ZP-Anak dengan epilepsi berpeluang hidup normal. Namun, faktanya berbagai masalah dapat menyertai anak dengan epilepsi, salah satunya adalah penyakit penyerta (komorbiditas).
Komorbiditas dapat berupa perkembangan yang terlambat, retardasi mental maupun gangguan sikap dan perilaku.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Sondang dkk pada 2007 (RSCM) terdapat 44,8 persen anak dengan epilepsi mengalami gangguan mental, gangguan mood sebanyak 25,5 persen (anak dengan usia 12–18 tahun), gangguan cemas 25,5 persen (usia 6–12 tahun), dan gangguan pemusatan perhatian/hiperaktifitas 20 persen (usia 6-12 tahun).
Dalam penelitian serupa, Bradley menemukan bahwa pada anak dengan epilepsi dijumpai adanya fluktuasi mood, perilaku hiperaktif, iritabilitas emosi, penurunan rentang perhatian dan kesulitan dalam mempelajari matematika.
“Berbagai faktor psikososial juga ditemukan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan terjadinya masalah perilaku dan emosi, seperti tidak teratur kontrol berobat, kejang tidak terkontrol, dan latar belakang sosial ekonomi yang rendah,” jelas Dr Tjhin Wiguna, SpKJ (K), psikiater anak dari RSCM, melalui siaran pers memeringati Hari Epilepsi Dunia, Rabu (19/3/2014).
Menurutnya, ada sejumlah faktor risiko dalam kasus anak dengan epilepsi dengan kesehatan mental, yaitu defisit neurologis, defisit neuropsikologis, kejang yang bersifat intractable, obat anti-epilepsi yang digunakan, masalah dalam keluarga serta stigma.
Deteksi yang dapat dilakukan adalah melalui Strength and Difficulties Questionnaire (SDQ), Child Behavior Checklist (CBCL) serta Pediatric Symptoms Checklist (PSC).
“Jika terdapat masalah kesehatan mental atau gangguan mental pada anak penyandang epilepsi sebaiknya dilakukan berbagai intevensi, seperti intervensi psikososial yaitu konseling, psikoedukasi maupun psikoterapi individual, kelompok dan keluarga. Tidak jarang kondisi tersebut juga memerlukan intervensi obat. Intervensi obat diberikan sesuai dengan kondisi gangguan mental yang dihadapi oleh anak,” lanjutnya.
Jika dijumpai adanya gangguan depresi, kata dia, dapat diberikan obat antidepresan golongan SSRI. Di lain pihak, jika ditemukan adanya gangguan mental lain yang berakibat timbulnya berbagai perilaku maladaptif yang mengganggu serta tidak dapat diatasi dengan intervensi psikososial, dapat dipertimbangkan obat psikofarmaka lainnya.
Anak dengan epilepsi seringkali berkormobiditas dengan masalah kesehatan mental maupun gangguan mental.
Orangtua maupun anggota keluarga sebagai unsur terdekat dengan anak perlu lebih sensitif terhadap setiap perubahan emosi maupun perilaku anak sehingga setiap perubahan dalam kedua aspek tersebut cepat terdeteksi dan dilakukan penanganan sedini mungkin. Dengan demikian, kualitas hidup anak dapat dipertahankan seoptimal mungkin.
“Masyarakat juga perlu menyadari bahwa stigma terhadap epilepsi yang ada selama ini merupakan suatu faktor penghambat terhadap perkembangan mental yang optimal bagi seorang anak dengan epilepsi oleh karena itu sudah saatnya kita lebih berempati dengan anak-anak penyandang epilepsi dan mendukung mereka untuk mencapai masa depan yang lebih baik,” imbaunya. (DA)

Anak Epilepsi Berpotensi Alami Gangguan Mental
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Most Popular

To Top